Details, Fiction and buku sirah kafa tahun 4
Details, Fiction and buku sirah kafa tahun 4
Blog Article
'Abdullah bin Rabi'ah berkata: "jangan kamu lakukan itu! Sesungguhnya mereka itu masih memiliki hubungan tali rahim dengan kita sekalipun mereka menentang kita". Akan tetapi 'Amru tetap ngotot dengan tekadnya. Benar saja, keesokan harinya dia mendatangi an-Najasyi dan berkata kepadanya:"wahai tuan raja! Sesungguhnya mereka itu mengatakan suatu perkataan yang sangat serius terhadap 'Isa bin Maryam". An-Najasyi pun mengirim utusan kepada kaum muslimin untuk mempertanyakan perihal perkataan terhadap 'Isa al-Masih tersebut. Mereka sempat kaget menyikapi hal itu, namun akhirnya tetap bersepakat untuk berkata dengan sejujurjujurnya apapun yang terjadi. Ketika mereka datang di hadapan sang raja dan dia bertanya kepada mereka tentang hal itu, Ja'far berkata kepadanya:"kami mengatakan tentangnya sebagaimana yang dibawa oleh Nabi kami Shallallâhu 'alaihi wasallam : 'dia adalah hamba Allah, Rasul-Nya, ruh-Nya dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, si perawan yang ahli ibadah". An-Najasyi kemudian memungut sebatang ranting pohon dari tanah seraya berujar:"demi Allah! apa yang kamu ungkapkan itu tidak melangkahi 'Isa bin Maryam meski seukuran ranting ini". Mendengar itu, para uskup mendengus, dan dengusan itu angsung ditimpalinya:'demi Allah! sekalipun kalian mendengus". Dia kemudian berkata kepada kaum muslimin:"pergilah! Kalian akan aman di negeriku. Siapa saja yang mencela kalian, maka dia akan celaka. Siapa saja yang mencela kalian,
Posisi para pemuka kabilah tersebut di tengah pengikutnya tak ubahnya seperti posisi para raja. Jadi, setiap kabilah selalu tunduk kepada pendapat pemimpinnya baik dalam kondisi damai ataupun perang dan tidak ada yang berani membantahnya. Kekuasaannya dalam memimpin dan memberikan pendapat bak seorang diktator yang kuat sehingga bila ada sebagian yang marah maka beribu-ribu pedang berkilatan lah yang bermain dan ketika itu tak seorang pun yang bertanya kenapa hal itu terjadi. Anehnya, karena persaingan dalam memperebutkan kepemimpinan terjadi diantara sesama keturunan satu paman sendiri kadang membuat mereka sedikit bermuka dua alias over acting dihadapan orang banyak. Hal itu tampak dalam prilaku-prilaku dalam berderma, menjamu tamu, menyumbang, berlemah lembut, menonjolkan keberanian dan menolong orang lain yang mereka lakukan semata-mata agar mendapatkan pujian dari orang, khususnya lagi para penyair yang merangkap penyambung lidah kabilah pada masa itu. Disamping itu, mereka lakukan juga, agar derajat mereka lebih tinggi dari para pesaingnya.
bin 'Amru bin Hajar al-Kindi yang merespons ajakan kepada Mazdakisme tersebut. Qubbadz kemudian diganti oleh Kisra Anusyirwan (531-578 M) yang sangat membenci faham tersebut. Karenanya, dia kemudian membunuh Mazdak dan banyak para pengikutnya serta mengangkat kembali al-Munzir sebagai penguasa atas Hirah. Sementara itu dia terus memburu al-Harits bin 'Amr akan tetapi dia memilih bersembunyi ke pemukiman kabilah Kalb hingga meninggal di sana. Kekuasaan Anusyirwan terus berlanjut sepeninggal al-Munzir bin Ma'us Sama', hingga naiknya an-Nu'man bin al-Munzir. Dialah orang yang memancing kemarahan Kisra, yang bermula dari adanya suatu fitnah hasil rekayasa Zaid bin 'Adiy al-Ibady. Kisra akhirnya mengirim utusan kepada an-Nu'gentleman untuk memburunya, maka secara sembunyisembunyi, an-Nu'gentleman menemui Hani' bin Mas'ud, pemimpin suku Ali Syaiban seraya menitipkan keluarga dan harta bendanya. Setelah itu, dia menghadap Kisra yang langsung menjebloskannya ke dalam penjara hingga meninggal dunia. Sebagai penggantinya, Kisra mengangkat Iyas bin Qabishah Ath-Thaiy dan memerintahkannva untuk mengirimkan utusan kepada Hani' bin Mas'ud agar dia memintanya untuk menyerahkan titipan yang ada padanya namun Hani'menolaknya dengan penuh keberanian bahkan dia memaklumatkan perang melawan raja. Tak berapa lama tibalah para komandan batalyon berikut prajuritnya yang diutus oleh Kisra dalam rombongan yang membawa Iyas tersebut sehingga kemudian terjadilah antara kedua pasukan itu, suatu pertempuran yang amat dahsyat di dekat tempat yang bernama "Zi Qaar" dan pertempuran tersebut akhirnya dimenangkan oleh Banu Syaiban, yang masih satu suku dengan Hani' sementara hal ini bagi Persia merupakan kekalahan yang sangat memalukan.
manusia baru mengenal perencanaan di abad modern saja? Adakah bentuk perencanaan yang lebih sempurna selain perencanaan Muhammad SAW? Penekanan kepada adanya perencanaan Rasulullah ini amat penting karena umumnya penulis Sirah, baik tradisional maupun sebagian besar di abad present day, cenderung tidak menjadikan Sirah sebagai wahana pendidikan ketimbang mementingkan popularitas diri sendiri. Sebagian besar dari mereka berasumsi bahwa Muhammad Observed tiba di Madinah mendapatkan segala sesuatunya sudah teratur dan terorganisasi dengan baik serta siap berjalan di bahwa bendera Islam karena penduduk sudah menjadi muslim sejati. Expert kita Ibnu Hisyam berbicara panjang lebar tentang peperangan dan permusuhan antara penduduk Madinah sebelum Rasulullah hijrah, serta-merta saja berbicara tentang persatuan dan persaudaraan serta kesejahteraan hidup masyarakat Madinah sebagai akibat hijrah, tanpa menyinggung sedikitpun usaha-usaha dan ikhtiar Rasulullah demi mencapai sukses yang memukau itu. Padahal dalam sejarahnya yang panjang, bangsa Arab dikenal sebagai bangsa yang sangat individualistis dan egois. Permusuhan intern mereka melebihi permusuhannya dengan bangsabangsa lain. Bahkan pikiran mereka tidak mengenal adanya bangsa yang bersatu dan bekerjasama. Keadaan Madinah saat kedatangan Rasulullah belum merupakan ‘kota’ tapi hanya terdiri atas oase-oase yang tersebar panjang mengikuti gugusan bukit-bukit yang dikenal dengan gugusan bukit al-madinah. Kata Madinah berasal dari bahasa Suryani, midinta; yang berarti kawasan luas yang dihuni suatu kaum yang kondisi dan kepentingannya sama.
PEMBOIKOTAN MENYELURUH Perjanjian yang zhalim dan melampaui batas Setelah segala cara sudah ditempuh dan tidak membuahkan hasil juga, kepanikan kaum musyrikin mencapai puncaknya, ditambah lagi mereka mengetahui bahwa Bani Hasyim dan Bani ‘Abdul Muththalib berkeras akan menjaga Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam dan membelanya mati-matian apapun resikonya. Karena itu, mereka berkumpul di kediaman Bani Kinanah yang terletak di lembah alMahshib dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur, memasuki rumah ataupun berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam untuk dibunuh. Mereka mendokumentasikan hal tersebut, diatas sebuah shahifah (lembaran) yang berisi perjanjian dan sumpah “bahwa mereka selamanya tidak akan menerima perdamaian dari Bani Hasyim dan tidak akan berbelas kasihan terhadap mereka kecuali bila mereka menyerahkan beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam untuk dibunuh”.
kepada Hisyâm: “apakah ada orang yang membantu kita dalam hal ini?” “Ya”, jawabnya “siapa dia?”, tanyanya “Zuhair bin Abi Umayyah, al-Muth’im bin ‘Adiy. Aku juga akan bersamamu”, jawabnya “kalau begitu, carikan lagi bagi kita orang kelima”, pintanya. Kemudian dia pergi lagi menuju get more info kediaman Zam’ah bin al-Aswad bin al-Muththalib bin Asad. Dia berbincang dengannya lalu menyinggung perihal kekerabatan yang ada diantara mereka dan hak-hak mereka. Zam’ah bertanya kepadanya: “apakah ada orang yang ikut serta dalam urusan yang engkau ajak diriku ini?” “ya”, jawabnya. Kemudian dia menyebutkan nama-nama orang yang ikut serta tersebut. Akhirnya mereka berkumpul di pintu Hujûn dan berjanji akan melakukan pembatalan terhadap shahifah. Zuhair berkata: “Akulah yang akan memulai dan orang pertama yang akan berbicara”. Ketika paginya, mereka pergi ke tempat perkumpulan. Zuhair datang dengan mengenakan pakaian kebesaran lalu mengelilingi ka’bah tujuh kali kemudian menghadap ke khalayak seraya berkata: “Wahai penduduk Mekkah!
dengan pernikahan itu, bahkan ia sering mengadukan perihalnya kepada Rasulullah dan beliau selalu menyabarkan hati Zaid dan mengharapkan agar tetap memelihara keutuhan perkawinannya. Ketika ternyata persoalan mereka tidak dapat diatasi lagi, Rasulullah hanya berharap agar Allah membebaskan Zaenab dari suaminya tanpa melukai hati Zaid yang cukup disayangi Rasulullah berkat keimanan, kejujuran dan loyalitasnya. Harapan itulah yang disembunyikan Rasulullah dalam hati dimana Allah menampakkannya dengan menurunkan ayat al-Qur'an yang membolehkan Rasul mengawini bekas isteri hamba sahajanya, sehingga hal itu akan menjadi jalan keluar, baik bagi Zaenab karena akan menjadi semacam kompensasi24 dari perkawinannya dengan orang yang dianggapnya lebih rendah, maupun bagi Zaid yang tidak merasa bahagia dalam rumah tangganya. Kenyataan ini adalah realitas sejarah yang info-datanya tidak digunakan oleh penulis tradisional karena visi mereka tidak menggunakan pendekatan ilmiyah, sehingga ketika para orientalis menguraikan masalahnya dengan mengandalkan riwayat Ibnu Ishaq tiada seorangpun di antara kita yang mampu menyanggahnya secara objektif. Coba perhatikan tulisan Heikal yang tidak lebih dari sekedar mengatakan bahwa kehormatan Rasulullah jauh lebih tinggi dari adanya kecenderungan tergoda oleh Zaenab yang sedang dalam pakaian tipis. Sebagai seorang muslim kita percaya bahwa Rasulullah tidak mungkin berbuat demikian tetapi bagi orientalis, apalagi yang membenci Rasulullah dan Islam tentu tidak akan mampu mencerna. Karena itulah kami menghimbau mereka yang berhasrat menulis Sirah agar membaca dan meneliti terlebih dahulu sebelum menuangkan kesimpulan.
dengannya, pasti akan menyambutnya dengan rasa hormat dan pengagungan. Tidak seorangpun yang berani melakukan perbuatan tak senonoh dan hinadina terhadap beliau selain manusia-manusia kerdil dan picik. Disamping itu, beliau juga mendapatkan perlindungan (suaka) dari pamannya, Abu Thalib yang merupakan tokoh terpandang di Mekkah. Dia memang terpandang nasabnya dan disegani orang. Oleh karena itu, amatlah sulit bagi seseorang untuk melecehkan orang yang sudah berada dalam perlindungannya. Kondisi ini tentu amat mencemaskan kaum Quraisy dan membuat mereka terjepit sehingga tidak dapat berbuat banyak. Hal ini, memaksa mereka untuk memikirkan secara jernih jalan keluarnya tanpa harus berurusan dengan wilayah larangan yang bila tersentuh tentu akibatnya tidak diharapkan. Akhirnya, mereka mendapatkan ide penyelesaiannya, yaitu dengan memilih jalan berunding dengan sang penanggung jawab terbesar; Abu Thalib. Akan tetapi tentunya dengan lebih banyak melakukan pendekatan secara hikmah dan ekstra serius, disisipi dengan trik menantang dan ultimatum terselubung sampai dia mau tunduk dan mendengarkan apa yang mereka katakan. Utusan Quraisy menghadap Abu Thalib Ibnu Ishaq berkata: "sekelompok tokoh bangsawan kaum Quraisy menghadap Abu Thalib, lalu berkata kepadanya: 'wahai Abu Thalib! Sesungguhnya keponakanmu telah mencaci tuhan-tuhan kita, mencela agama kita, membuyarkan impian kita dan menganggap sesat nenek-nenek moyang kita.
Buku itu membahas peristiwa ajaib secara rinci termasuk peristiwa tertentu yang akan dipertanyakan oleh standar contemporary.
yaitu bulan yang tidak boleh berperang di dalamnya. Para sahabat juga ikut mengecam tindakan Abdullah ibn Gahsy dan pasukannya, tetapi Allah menolong mereka dengan turunnya ayat 217 surah al-Baqaroh. Pertempuran terjadi di ambang pintu perbatasan Mekkah; suatu tantangan nyata bagi orang Qureisy. Jika selama ini orang-orang Qureisy terjepit oleh ancaman dan gangguan terhadap jalur perdagangannya dan tidak mengangkat senjata, maka tantangan provokatif di ambang pintu Mekkah tersebut semestinya membakar emosi mereka untuk menghabisi pasukan ‘detasmen’ nakhla, namun mereka tidak melakukan sesuatu apapun. Tapi demikianlah kehendak Allah. Dia yang maha memelihara umatnya dan maha mengetahui segala akibat dari perbuatan dan tindakan. Berdasarkan keadaan yang telah diuraikan, sudah dapat dipastikan bahwa umat Islam akan menghadapi lawan-lawannya dalam suatu pertarungan yang menentukan.
Berikut penulis berikan contoh betapa besar nilai pendekatan historis dalam memperkaya materi sejarah dan manfaat yang diperoleh dari uraian sejarah Nabi. Pada umumnya kita sudah membaca Sirah versi Ibnu Hisyam dan para muridnya mulai dari al-Suheily dengan al-raudlul anif-nya, sampai kepada Sirah versi Ibnu Katsier, seorang ahli hadis dan sejarawan klasik terkenal. Karya-karya tersebut cukup berfaedah4 terutama karena orientasi linguistik al-Suheily menjelaskan makna kosa kata, sekalipun beliau menulis Sirah dengan penuh perasaan. Tulisannya banyak memuat uraian yang irrasionil. Sementara Ibnu Katsier dengan orientasi fiqhnya mengutip hadis-hadis dari Sirah yang berupaya mengangkat suatu hukum atau menjelaskan filsafat hukum Islam.
The words and phrases you are browsing are inside this book. To get more targeted content, you should make entire-text look for by clicking listed here.
Al-Muthtthalib meninggal di Rodman, di tanah Yaman dan kekuasaannya kemudian digantikan oleh cucunya, 'Abdul Muththalib. Dia menggariskan kebijakan terhadap kaumnya persis seperti nenek-nenek moyang dulu akan tetapi dia berhasil melampaui mereka; dia mendapatkan kedudukan dan martabat di hati kaumnya yang belum pernah dicapai oleh nenek-nenek moyangnya terdahulu; dia dicintai oleh mereka sehingga kharisma dan wibawanya di hati mereka semakin besar. Ketika al-Muththalib meninggal dunia, Naufal (paman 'Abdul Muththalib) menyerobot kekuasaan keponakannya tersebut. Tindakan ini menimbulkan amarahnya yang serta merta meminta pertolongan para pemuka Quraisy untuk membantunya melawan sang paman. Namun mereka menolak sembari berkata: "kami tidak akan mencampuri urusanmu dengan pamanmu itu". Akhirnya dia menyurati paman-pamannya dari pihak ibunya, Bani an-Najjar dengan rangkaian bait-bait sya'ir yang berisi ungkapan memohon bantuan mereka. Pamannya, Abu Sa'd bin 'Uday bersama delapan puluh orang kemudian berangkat menuju ke arahnya dengan menunggang kuda. Sesampai mereka di al-Abthah, sebuah tempat di Mekkah dia disambut oleh 'Abdul Muththalib yang langsung bertutur kepadanya: "silahkan mampir ke rumah, wahai paman!". Pamannya menjawab: "demi Allah, aku tidak akan ( mampir ke rumahmu-red) hingga bertemu dengan Naufal", lantas dia mendatanginya dan mencegatnya yang ketika itu sedang duduk-duduk di dekat al-Hijr (Hijr Isma'il) bersama para sesepuh Quraisy. Abu Sa'd langsung mencabut pedangnya seraya mengancam: "Demi Pemilik rumah ini (Ka'bah)! Jika tidak engkau kembalikan kekuasaan anak saudara perempuanku (keponakanku) maka aku akan memenggalmu
Sebagai sebuah karya besar, Sirah Nabawiyah memiliki sejarah tersendiri. Ia adalah buku sejarah yang menciptakan sejarahnya sendiri. Ia mengundang para penulis lainnya, tak hanya untuk dibaca dan diacu, tapi juga merangsang untuk menuliskan karya-karya baru yang menjadi turunannya.